"Mending pada berkaca dulu deh. Atau kalau enggak, saya bawa kaca gede-gede dari rumah biar mereka ngaca," ujar Ruhut di kompleks parlemen Senayan, Jakarta, Jumat (7/11/2014).
Ruhut berpendapat, kritik terhadap Kartu Indonesia Sehat (KIS), Kartu Indonesia Pintar (KIP) dan Kartu Keluarga Sejahtera (KKS) mesti diiringi dengan koordinasi antara DPR RI dan pemerintah. Namun, kata Ruhut, bagaimana bisa berkoordinasi jika DPR terpecah.
"Kalau mau mempermasalahkan (kartu sakti) itu, pemerintah harus datang ke mana? Ingat DPR ini jumlahnya 560 orang, bukan setengah di sini lalu setengah di sana," lanjut Ruhut menyinggung masih adanya dua kubu, yakni Koalisi Merah Putih dan Koalisi Indonesia Hebat, yang menjalankan agenda masing-masing di DPR.
Secara pribadi, Ruhut mengapresiasi Jokowi-Jusuf Kalla, khususnya atas peluncuran kartu sakti tersebut. Menurut Ruhut, program itu merupakan realisasi janji kampanye keduanya saat masa pemilihan presiden lalu. Apalagi, program itu diluncurkan cukup cepat.
Salah satu politisi DPR yang mempermasalahkan program Jokowi tersebut, yakni Fahri Hamzah. Politisi PKS tersebut mempertanyakan tender fisik kartu pada kartu sakti itu. Sebab, program itu tidak dikoordinasikan terlebih dahulu dengan DPR RI.
"Kartunya saja itu kan mesti ditender. Kartu itu satu bisa seharga Rp 5.000. Ini Rp 5.000 kali 15 juta orang, sudah berapa coba?" ujar Fahri di kompleks parlemen, Rabu (5/11/2014).
Fahri juga menyarankan Jokowi mengakui bahwa program tersebut serupa dengan program-program dalam pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono agar tidak dipermasalahkan oleh DPR. [Tribunnews.com]





0 komentar:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !